Minggu, 24 Agustus 2008

SARINAH TETANGGA SEBELAH

Selasa, 2008 Agustus 19

Sarinah: Pesona yang Tak Pernah Lekang

Seabad Pers | Jakarta | Rabu, 05 Des 2007
http://jurnalnasional.com/?med=Web&sec=Blog&rbrk=Seabad%20Pers&id=4101&page=0&b=false&n=true

Tahun 2007 adalah seabad pers nasional. Tarikh ini dihitung sejak Medan Prijaji terbit pertama kali pada Januari 1907. Medan Prijaji adalah tapal dan sekaligus penanda pemula dan utama bagaimana semangat menyebarkan rasa mardika disemayamkan dalam dua tradisi sekaligus: pemberitaan dan advokasi. Dan dua kegiatan itu menjadi gong yang ditalu dengan nyaring oleh hoofdredacteur-nya yang paling gemilang di kurun itu: Raden Mas Tirto Adhi Surjo.

Pada 1973, pemerintah mengukuhkannya sebagai Bapak Pers Nasional. Sementara pada 2006, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menyempurnakan gelar itu menjadi Pahlawan Nasional atas jasanya menggerakkan kesadaran merdeka lewat jalan organisasi modern dan pergerakan nasional.

Memperingati seabad pers itulah Jurnal Nasional menghadirkan 365 koran terpilih yang pernah/sedang ikut membangun nasionalisme dan tradisi berbangsa dalam 365 hari terbit. Terhitung sejak 1 Januari hingga 31 Desember 2007.

Sarinah yang hadir hari ini adalah majalah yang terinspirasi nama ”srikandi revolusi” sebagaimana yang diangankan Soekarno. Dan tampaknya, semangat itu pula yang coba dilecutnya. Namun bukan di gelanggang revolusi, tapi dalam situasi ketika mesin pembangunan meraung-raung.

(Taufik Rahzen)

Kita tak asing dengan nama “Sarinah”. Masyarakat Indonesia, terutama yang berkecimpung dalam dunia sejarah, akrab dengan potongan nama itu. Meski sastrawan Boejoeng Saleh (S.I. Poeradisastra) mengatakan “Sarinah” terlalu imajiner, tetapi bagi Soekarno, ia sosok wanita yang hadir pada saat yang tepat.

Sebagian orang bahkan mengatakan “Sarinah” bukan hanya sosok fisik melainkan juga suatu paham atau singkatan dari “Siapa Anti Revolusi Indonesia Akan Hancur”. Saat Idayu Press menerbitkannya menjadi buku pada 1963, nuansa pikir semacam itu masih tetap ada. “Sarinah” adalah sosok yang sulit tergantikan, hingga saat menjadi presiden, Sukarno mengabadikannya dengan sebuah toserba, Sarinah.

Dunia jurnalistik agaknya tak mau kalah. Tersebutlah nama majalah tengah bulanan, Sarinah. Lahir pertama kali pada 1982 di Jalan Garuda No. 62, Jakarta Pusat dengan Pemimpin Umum Soegiarso Soerodjo, Sarinah hadir sebagai simbol baru gaya hidup wanita Indonesia di era modern. Ciri khas majalah itu, antara lain, wajah dan senyum artis cantik di sampul muka.

Diawaki Pemimpin Redaksi Soesilo Murti, dibantu dewan redaksi yang terdiri dari Matheus Erlanda Rosi (ketua), Hoedi Soejanto (wakil), Sari Narulita, K. Usman, Korrie Layun Rampan, dan Theresia Wawa Adam, Sarinah selalu menyapa pembaca dengan warna dan gaya hidup yang penuh dinamika. Tiap minggu, sedikitnya 5000 pembaca membeli Sarinah yang tampil lux.

Sejak pertama kali terbit, Sarinah tak pernah berganti kolom. Tersuguh 10 kolom, yaitu “Utama”, “Rumah Tangga”, “Keluarga”, “Supaya Cantik dan Anggun”, “Konsultasi Kesehatan”, “Fiksi”, “Profil”, “Features”, “Umum”, “Yang Tetap dan Bonus”. Nama-nama penulis terkenal kala itu, La Rose dan Dr. Sarlito W.S., ahli psikologi UI, setia menghiasi halamannya. La Rose, yang penulis novel, mengasuh rubrik “Lika-Liku Cinta” dalam kolom “Rumah Tangga”.

Ikon lainnya yaitu Moerjati Soedibjo yang setia dengan ramuan tradisional, Sari Ayu. Disuguhkan dengan menarik dalam kolom “Supaya Cantik dan Anggun”, diajeng Yogyakarta ini aktif mengupas rubrik “Konsultasi Tradisonal Masalah Kewanitaan”. Martha Tilaar, pemilik Mustika Ratu, saat itu juga telah unjuk gigi, akan tetapi kiprahnya tak selincah Moerjati Soedibjo.

Para pembaca wanita paling menggemari rubrik kecantikan dan mode pakaian yang diperagakan oleh model-model ternama. Nuansa keanggunan baju dari para perancang terkenal, menjadi suguhan up to date untuk gaya hidup elegan. Mode pakaian selalu diikuti dengan style berhias, berdandan, dan bagian ini sesuai dengan jargon Sarinah, “Pesona Wanita Indonesia”.

Sebagai majalah yang cukup mapan, dengan alamat yang kemudian pindah ke Gedung Patra Lt. 8 Jln Gatot Subroto No. 32-34, telp. 510239-510354-513827-514275 dan tromol pos No. 483, Sarinah selektif dalam menyuguhkan berita dan memilih editor. Beberapa nama editor Sarinah di antaranya Sugiono MP, Donna Sita, Harry Tjahyono, dan Nadjib Kartapati Z. Reporternya antara lain Aswina Aziz Miraza, Asruar Sahab, S. Budi Utami, Apri Swan Aswanti, Sisca Susanto, Rus Prasetyo, Hernasoe, Nestor Rico Tambunan, Suhardi, dan Soetedja.

Sarinah juga mempunyai dewan penasihat yang terdiri dari 4 orang: Sk. H. Wibowo, Ny. Tuti Hutagalung, S.H., dan Abdul Rahman Saleh. Dengan penerbit PT. Mangunjaya Abadi dan pencetak PT Yudha Gama Corp Slipi Baru, Sarinah ingin menjadi sahabat keluarga dan wanita Indonesia.

Sarinah pada perkembangannya meragamkan suguhan. Pada bulan Oktober 1985, Sarinah mengupas makna Sumpah Pemuda, antara lain dengan suguhan artikel, “Kebenaran Sejarah dalam Tatap Muka”. Hadir dalam kesempatan itu tokoh-tokoh yang merupakan saksi sejarah: Lasmidjah Hardi, Soejono, Mr. Soenario, dan B.M. Diah yang juga pemilik Harian Merdeka.

Tersuguh pula artikel, “Bangkitkan Rasa Malu Pemuda Sekarang, bila Prestasi Tak Gemilang” yang menampilkan Soegondo Djojo Poespito dan Mohammad Tabrani, lengkap dengan foto-foto kongres dan hasilnya. Untuk lebih mendekatkan dengan kaum wanita, dikupas pula lima wanita saksi mata Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta, yaitu Oemi Hani A. Salim, Suhariah Sutarman, Wahyudi, Siti Chatimah Sukahar, dan Matuchach Yusuf.

Isinya pun bertambah. Ia menampilkan pula cerita pendek, novelet, dan kisah nyata dalam rubrik “Oh...Tuhan”. Tampilan yang lux, plus isi yang familiar, memancing para pengiklan untuk mendatangi biro iklannya yang ditangani Merry H. Tanjung dan Vera B. Hartono. Kurang lebih ada 50 jenis iklan yang menghias layar Sarinah, beberapa di antaranya Jamu Awet Ayu Ny. Meneer, Biore, Bedak Amami, Sari Ayu, Mustika Ratu, Hazeline Body Talc, Sunsilk, Napacin, Vitacimin, dan Sustagen-HP.

Tahun 1987, pesona Sarinah pudar. K. Usman menanggapi hal itu dengan sajak “Selamat Tinggal Pelabuhan Tua” yang dimuat di Sarinah pada 21 Juli 1985, halaman 27.

Selamat tinggal pelabuhan tua

Sekali kapal berlayar kita jelajah benua-benua

Tinggalkan pelabuhan tua yang menorehkan luka

Kita dirikan pelabuhan baru

Bagi kapal-kapal masa datang

Tanpa gaya tipu berliku-liku

Tanpa tradisi janji-janji usang

Memang masih benua yang kita tuju

Ranjau-ranjau lautan mengintai di antara pulau

Pesona camar di udara jangan sampai menipumu

Kita perlu berlayar dari pelayaran masa lampau

Senyum manis dewa dewi belum tentu madu

Rayuan tepi jalan jangan dulu disangka cinta

Sarinah adalah bagian tak terpisahkan baik dari dunia pers maupun pesona wanita Indonesia. Nama dan kenangan Sarinah tak akan lekang.

(Reni Nuryanti/Indonesia Buku)

Selasa, 2008 Agustus 12

Festival Jajanan Bango (FJB 2008)

Monday, August 11, 2008

Festival Jajanan Bango (FJB 2008)


Udah diniatin.... hari Jum'at pengen liat pameran Pangan Nusa di Balai Kartini trus langsung ngacir ke FJB. Begitu exit permit dari papa keluar.... horree... aku jadi jalan2 deh.
Udah ajak beberapa temen tapi ga ada respon... yo wes, aku jalan ndiri.

Jam 15.30 dari Balai Kartini trus ke FJB... duh macet, panas pulak... AC di mobil udah rada ga kuat. Tapi hati masih riang gembira (jadul amat bahasanya) walau kaki mulai rada panas gara2 jalan muterin Balai Kartini bolak balik pake high heel ditambah ngopling :(

Sampe di FJB masih dapet parkir diujung jalan... langsung dipalakin parkir ama preman2. Lima rebo bu !!! *sigh*.... dari pade mobil gue kenape2, dengan berat hati musti ikhlasin 5rebonya (padahal masuk tadi udah kena charge parkir 3rebo perak).
"mas..mas... musholanya dimana ??".... "di gedung yang itu bu..." kata si preman sambil unjukin jari ke gedung istora... mayan deh, jalan lagi.

Masuk ke arena FJB dari arah Utara (kalo ga salah niy), mulai deh scanning mata... duh, banyak makanan enak disini....di kiri ada deretan tenda2 seperti Soto Cekernya pak Gendut Jl Sabang, Soto Kudus Otista, Soto Mie Suwiryo, Sop kaki Enday (aha... ini kesukaan papa), Mie bloon Theresia, Kari Umbi, Gabus Pucung, Nasi Ulam, Nasi Goreng, Pondok Sate dan Sop Buntut Cut Mutia.... dan manusia2 berkaos hijau Bango yang berseliweran...

Wah, aku hausss.... mana ya yang enak diminum panas2 gini...???
Tatapan mata ke arah deretan tenda di sebelah kanan.... itu dia yang aku cari !!!
ada es goyang dan es Selendang Mayang yang udah rada langka coz nyarinya udah rada2 susyeh...
"Bang... bikin satu dong".... hmm, sluuuurrrp kebayang deh rasanya panas2 gini *gleg*
"eh baaang... poto dulu yak... senyum dong buat para Bango Mania... jangan mrenges wae atuh !!" hehehe... si abang teh pake maluw2 mo di poto :D :D


Perjalanan dilanjutkan ... masuk ke arena FJB di sebelah timur. Lokasi ini jadi centre event ini rupanya...Dari pintu masuknya udah keliatan panggung akbar yang cukup rame dengan sambutan2 dan celotehan manusia. Di kiri ada tenda2 VIP... eh trus, ada tenda Media & Komunitas Bango (yang sejak aku dateng sampe pulang ga ada komunitasnya). Sampe disini mulai cari2.... mana yang mo bagi2 voucher kambing gulingnya. Trus liat orang bagi2 goody bag di tenda sebelah.... sambil beli buku "80 Warisan Kuliner Nusantara" aku nanya... dimana ambil voucher si kambing guling. Eh, ada mas wartawan berkemeja batik yang baek hati... "disitu mbak, di tenda informasi"... "tapi dari pada kesana, ini aja saya bagi... mbak perlu voucher berapa?" "wah, satu aja mas" *wong aku cuma sendiri* Makasiyy... yaa... *trus aku ngacir ke tenda informasi, sapa tau ada genk Bangoers disana*

Sebelumnya aku mencari tau dulu dimana ritual bagi2 kambing gulingnya....
Dan... wuiiizzz, gile cing !!! itu ada kambing guling berguling-guling... *saking banyaknya* katanya sih ada 80 ekor, tapi aku ndiri males ngitungin :D
Btw... itu pada rebutan motoin apa yak ???? apa ada "jupe" berguling-guling disitu yak ?? hihihi..

Lanjuuuut, ngaso dulu aaah.... duduk dulu sambil memandangi deretan tenda... ada tengkleng ibu Edi Solo (papa kalo ikut pasti nyobain ini juga dweeh :) ), ada bubur pontianak, nasi Tutug, Es Durian (kayaknya semua orang makan ini deh sampe arena ini dimana2 bau duren), nasi jamblang (ya pasti aku beli ini laah... bis enyak)... trus tiba2 nih, mataku tak berhenti menatap .... KUE KHAS PALEMBANG - CINDE. Ada yang menggiurkan kah ??? rasanya kali ini aku ga ngiler deh... tapi aku hafal betul foto kue DELAPAN JAM yang ada di banner si "Cinde" ini. Mataku ga brenti mlototin itu foto..... "INI KAN FOTO KUE DELAPAN JAM YANG PERNAH AKU BIKIN DAN POSTING DI BLOG icip2".... coba deh sodara2, silahkan dilihat :)



iiiiiiiiihhh...TIDAK SOPAN yah si pemilik Cinde ini.... ga bilang2 kalo pake foto hasil karya gue *Jadi bertanduk nih*. Sebetulnya aku itu ga masalah kok seandainya permisi dulu kalo mo pake foto ini untuk tujuan KOMERSIL !!! Parah deh tuh orang *kok jadi misuh2 yo*
*sigh*
jadi mulai berasa capek deh setelah cuci mata ke arena sebelah selatan dimana ada es krim Ragusa dan rujak Juhi.
Kaki mulai pegel *salah sendiri pake high heel*....
Mentari mulai tenggelam.... walau masih kenyang dengan seporsi sega jamblang, belom jelas juga kapan bagi2 kambingnya... mau sholat maghrib dulu sambil nungguin Mayang (my daughter nyusul dari kantornya).

Mo PROTES aaah sama panitia FJB .... mbok ya disediain TENDA BUAT MUSHOLLA GITU LHO... lha wong manusia yang dateng kesini buanyaak buanngeeet. SUDAH SELAYAKNYA PANITIA MENYEDIAKAN TENDA MUSHOLLA DAN AIR BERSIH UNTUK WUDHU (even cuma dipake buat sholat ashar & maghrib doang).

Udah kenyang makan macem2, jam 8 malem akhirnya aku sama Mayang cabut dari tempat ini....
Dua lembar voucher masih di tangan karna belom jelas kapan bagi2 kambing gulingnya... *udah ga selera lagi deh*... akhirnya 2 voucher itu aku berikan ke pedagang asongan *nyengir deh dia*
Sampai disini ceritanya...
sampai jumpa di FJB berikutnya... semoga event ini bisa lebih baik lagi.

Minggu, 2008 Agustus 03

SELAMAT DATANG, JENG !

Selamat datang, Jeng!
Selamat datang, Mbakyu!